Sejak KTT di Bali tahun 1967,
Negara-negara ASEAN mengangkat masalah ekonomi menjadi bagian yang harus
diperhatikan lebih serius. Untuk itu, negara-negara anggota perlu memperkokoh
kerjasama ekonomi ASEAN dengan menentukan strategi agar perkembangan
ekonomi intra-ASEAN semakin berkembang. Berbagai bentuk kerjasama pun
dilaksanakan oleh Negara-negara ASEAN untuk mencapai tujuan ekonomi kawasannya.
MEA adalah bentuk Integrasi Ekonomi
ASEAN yang direncanakan akan tercapai pada tahun 2015. Untuk mewujudkan MEA
tersebut, para pemimpin negara ASEAN pada KTT ASEAN ke-13 pada bulan
November 2007 di Singapura, menyepakati ASEAN Econimic Communty (AEC) Blueprint, sebagai acuan seluruh negara
anggota dalam mengimplementasikan komitmen MEA.
Melalui cetak biru MEA, ASEAN telah
melakukan berbagai pembangunan. Antara lain adalah dengan pelaksanaan
pembangunan fasilitas perdagangan pada sektor informasi, teknologi, dan
transportasi. Pengimplementasian ASEAN
Single window di masing-masing Negara, serta harmonisasi kebijakan seperti
adanya standar atau sertifikasi produk buatan ASEAN dengan MRA (Mutual Recognation Arrangement) juga
merupakan bagian dari agenda ASEAN untuk mencapai MEA 2015.
Implemetasi Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA) akan diberlakukan setahun lagi,
yaitu pada tahun 2015.
MEA terwujud dari keinginan negara-negara ASEAN untuk mewujudkan ASEAN
menjadi kawasan perekonomian yang solid
dan diperhitungkan dalam percaturan perekonomian Internasional.
Sekilas
Tentang MEA
ASEAN sebagai gabungan bangsa-bangsa Asia Tenggara yang
beraggotakan 10 negara (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina,
Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja) memiliki pandangan
terbuka, hidup dalam perdamaian, stabilitas dan kemakmuran, serta terikat
bersama dalam kemitraan dalam pembangunan yang dinamis. Untuk itu, pada tahun
2003, para pemimpin ASEAN telah bersepakat untuk membangun suatu “masyarakat
ASEAN” pada tahun 2020. Dalam perkembangannya para pemimpin Negara anggota
mempertegas komitmennya dan memutuskan untuk mempercepat pembentukan
masyarakat ASEAN pada tahun 2015.
Pembentukan Komunitas ASEAN 2015 berlandaskan pada 3
pilar, yaitu Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community), Komunitas
Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community), dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN
(ASEAN Socio-Cultural Community). Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic
Community/AEC) 2015, akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi
ekonomi kawasan dengan mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki
fasilitas perdagangan dan bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor UMKM.
Pemberlakuan AEC 2015 bertujuan
untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, berdaya
saing tinggi, dan secara ekonomi terintegrasi dengan regulasi efektif untuk
perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat arus bebas lalu lintas
barang, jasa, investasi, dan modal serta difasilitasinya kebebasan pergerakan
pelaku usaha dan tenaga kerja. Dengan adanya MEA, tujuan yang ingin dicapai
adalah adanya aliran bebas barang, jasa, dan tenaga kerja terlatih (skilled
labour), serta aliran investasi yang lebih bebas.
Implementasi AEC 2015 akan berfokus
pada 12 sektor prioritas, yang tediri atas 7 (tujuh) sektor barang (industri
pertanian, peralatan elektonik, otomotif, perikanan, industri berbasis karet,
industri berbasis kayu, dan tekstil) dan 5 (lima) sektor jasa (transportasi
udara, pelayanan kesehatan, pariwisata, logistik, dan industri teknologi
informasi atau ¬e-ASEAN).
Kementerian Koperasi dan UKM memiliki concern dan komitmen
dalam mendukung upaya mengantisipasi pelaksanaan MEA melalui koordinasi,
sinkronisasi, sinergi dan kerjasama mulai dari aspek hulu, middle dan hilir
dalam kerangka pemberdayaan pemberdayaan Koperasi dan UMKM.
Kesiapan
Indonesia Khususnya UMKM dan Koperasi Menghadapi MEA 2015
Bagi Indonesia, pembentukan MEA 2015
akan memberikan beberapa tantangan yang tidak hanya bersifat
internal di dalam negeri tetapi terlebih lagi
persaingan dengan sesama negara ASEAN dan negara lain di luar ASEAN seperti China dan India. Persaingan yang ketat ini akan berdampak pada harga yang kompetitif pula, bukan
hanya komoditi/produk/jasa unggulan
industry besar (UB), tetapi juga sektor UMKM
karena kesamaan karakteristik produk.
Menyadari peran UMKM sebagai kelompok usaha yang memiliki jumlah paling
besar dan cukup dominan dalam
perekonomian, maka pencapaian kesuksesan MEA 2015 mendatang juga akan dipengaruhi oleh kesiapan UMKM.
Peluang Indonesia untuk dapat
bersaing dalam MEA 2015 sebenarnya cukup besar, saat ini Indonesia merupakan
peringkat 16 di dunia untuk besarnya skala ekonomi. Besarnya skala ekonomi juga
didukung oleh proporsi penduduk usia produktif dan pertumbuhan kelas menengah
yang besar.
Prospek ekonomi Indonesia yang
positif juga didukung oleh perbaikan peringkat investasi Indonesia oleh lembaga
pemeringkat dunia serta masuknya Indonesia sebagai peringkat empat
prospective destinations berdasarkan UNCTAD World Investment report. Masih kuatnya fundamental perekonomian
Indonesia dapat dilihat ketika banyak negara yang “tumbang” diterpa
pelemahan perekonomian global, perekonomian Indonesia masih dapat terjaga untuk
tumbuh positif.
Peranan pemerintah tentu menjadi
penting terutama untuk mengantarkan mereka agar mampu bersaing dengan pelaku
usaha lainnya dalam memanfaatkan MEA pada tahun 2015. Beberapa upaya yang perlu
dilakukan pemerintah untuk memberdayakan UMKM adalah:
1.
Meningkatkan
Kualitas dan Standar Produk
Guna
dapat memanfaatkan peluang dan potensi pasar di kawasan ASEAN dan pasar global,
maka produk yang dihasilkan UKM haruslah memenuhi kualitas dan standar yang
sesuai dengan kesepakatan ASEAN dan negara tujuan. Dalam kerangka itu, maka UKM
harus mulai difasilitasi dengan kebutuhan kualitas dan standar produk yang
dipersyaratkan oleh pasar ASEAN maupun di luar ASEAN. Peranan dukungan
teknologi untuk peningkatan kualitas dan produktivitas serta introduksi
desainkepada para pelaku UKM yang ingin memanfaatkan pasar ASEAN perlu
segera dilakukan.
2.
Meningkatkan
Akeses Finansial
Isu
finansial dalam pengembangan bisnis UKM sangatlah klasik. Selama ini, belum
banyak UKM yang bisa memanfaatkan skema pembiayaan yang diberikan oleh
perbankan. Hasil survey Regional
Development Institute (REDI, 2002) menyebutkan bahwa ada 3 gap yang
dihadapi berkaitan dengan akses finansial bagi UKM, (1) aspek formalitas,
karena banyak UKM yang tidak memiliki legal status; (2) aspek skala usaha,
dimana sering sekali skema kredit yang disiapkan perbankan tidak sejalan dengan
skala usaha UKM; dan (3) aspek informasi, dimana perbankan tidak tahu UKM
mana yang harus dibiayai, sementara itu UKM juga tidak tahu skema
pembiayaan apa yang tersedia di perbankan. Oleh karena itu, maka ketiga gap ini
harus diatasi, diantaranya dengan peningkatan kemampuan bagi SDM yang
dimiliki UKM, perbankan, serta pendamping UKM. Pada sisi lain, harus juga
diberikan informasi yang luas tentang skema-skema pembiayaan yang dimiliki
perbankan.
3.
Meningkatkan
Kualitas SDM dan Jiwa Kewirausahaan UMKM dan Koperasi
Secara
umum kualitas SDM pelaku UKM di Indonesia masih rendah. Terlebih lagi spirit
kewirausahaannya. Kalau mengacu pada data UKM pada tahun 2008, tingkat
kewirausahaan di Indonesia hanya 0,25% dan pada tahun 2011 diperkirakan sebesar
0,273%. Memang hal ini sangat jauh ketinggalan dengan negara-negara lain
di dunia, termasuk di Asia dan ASEAN. Sebagaimana di Singapura, tingkat
kewirausahaan di Singapura lebih dari 7% demikian juga di USA, tingkat
kewirausahaannya sudah mencapai 11,9%.
Oleh
karena itu, untuk memperkuat kualitas dan kewirausahaan UKM di Indonesia, maka
diperlukan adanya pendidikan dan latihan keterampilan, manajemen, dan diklat
teknis lainnya yang tepat, yang sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan
kewirausahaan juga perlu ditingkatkan.
Pencanangan
Gerakan Kewirausahaan Nasional pada tanggal 2 Februari 2011 lalu harus
ditindaklanjuti dengan langkah kongkrit, seperti penyusunan grand
strategy pengembangan kewirausahaan dan pelaksanaan dilapangan yang dilakukan
dalam kaitannya dan bertanggung jawab. Hal penting yang juga perlu
diperhatikan adalah perlunya dukungan modal awal terutama bagi wirausaha
pemula.
4.
Memperkuat
dan Meningkatkan Akses dan Transfer Tekonologi Bagi UKM Untuk Pengembangan UKM
Inovatif
Akses
dan transfer teknologi untuk UKM masih merupakan tantangan yang dihadapi di
Indonesia. Peranan inkubator, lembaga riset, dan kerjasama antara lembaga riset
dan perguruan tinggi serta dunia usaha untuk alih teknologi perlu digalakkan.
Kerjasama atau kemitraan antara perusahaan besar, baik dari dalam dan luar
negeri dengan UKM harus didorong untuk alih teknologi dari perusahaan besar
kepada UKM. Praktek seperti ini sudah banyak berjalan di beberapa Negara maju,
seperti USA, Jerman, Inggris, Korea, Jepang dan Taiwan. Model-model
pengembangan klaster juga harus dikembangkan, karena melalui model
tersebut akan terjadi alih teknologi kepada dan antar UKM.
5.
Memfasilitasi UKM Berkaitan Akses
Informasi dan Promosi di Luar Negeri
Bagian
terpenting dari proses produksi adalah masalah pasar. Sebaik apapun kualitas
produk yang dihasilkan, kalau masyarakat atau pasar tidak mengetahuinya,
maka produk tersebut akan sulit dipasarkan. Oleh karena itu, maka pemberian
informasi dan promosi produk-produk UKM, khususnya untuk memperkenalkan di
pasar ASEAN harus ditingkatkan. Promosi produk, bisa dilakukan melalui dunia
maya atau mengikuti kegiatan-kegiatan pameran di luar negeri. Dalam promosi
produk ke luar negeri ini perlu juga diperhatikan kesiapan UKM dalam
penyediaan produk yang akan dipasarkan. Sebaiknya dihindari mengajak UKM
ke luar negeri, padahal mereka belum siap untuk mengekspor produknya ke
luar negeri. Dalam kaitan ini, bukan saja kualitas dan desain produk yang
harus diperhatikan, tetapi juga tentang kuantitas dan kontinuitas produknya.
Tanggapan
Menteri Koperasi dan UKM Mengenai MEA 2015
Untuk menghadapi era pasar bebas se-Asia Tenggara itu, dunia usaha di Tanah Air tentu harus mengambil langkah-langkah strategis agar dapat menghadapi persaingan dengan negara ASEAN lainnya, tak terkecuali sektor Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM). Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan mengatakan bahwa persiapan Koperasi dan UKM nasional untuk menghadapi era MEA sudah cukup baik.
"Sejauh
ini persiapan Koperasi dan UKM kita untuk menghadapi era MEA 2015 ini cukup
bagus. Persiapan sampai saat ini untuk menghadapi MEA itu kurang lebih 60
sampai 70 persen," kata Syarief Hasan.
Sebagai persiapan, menurut dia,
pemerintah telah melaksanakan beberapa upaya strategis, salah satunya
pembentukan Komite Nasional Persiapan MEA 2015, yang berfungsi merumuskan
langkah antisipasi serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan KUKM
mengenai pemberlakuan MEA pada akhir 2015.
Adapun langkah-langkah antisipasi
yang telah disusun Kementerian Koperasi dan UKM untuk membantu pelaku KUKM
menyongsong era pasar bebas ASEAN itu, antara lain peningkatan wawasan pelaku
KUKM terhadap MEA, peningkatan efisiensi produksi dan manajemen usaha,
peningkatan daya serap pasar produk KUKM lokal, penciptaan iklim usaha yang kondusif.
Namun, Syarif menyebutkan salah satu
faktor hambatan utama bagi sektor Koperasi dan UKM untuk bersaing dalam era
pasar bebas adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) pelaku KUKM yang secara
umum masih rendah.
"Untuk
meningkatkan kualitas pelaku KUKM, kami melaksanakan berbagai pembinaan dan
pelatihan, baik yang bersifat teknis maupun manajerial. Namun, banyaknya tenaga
kerja yang tidak terampil tentu berdampak pada kualitas produk yang
dihasilkan," kata dia.
Oleh karena itu, lanjut Syarief, pihaknya
melakukan pembinaan dan pemberdayaan KUKM yang diarahkan pada peningkatan
kualitas dan standar produk, agar mampu meningkatkan kinerja KUKM untuk
menghasilkan produk-produk yang berdaya saing tinggi.
"Sektor
Koperasi dan UKM yang paling penting untuk dikembangkan dalam menghadapi MEA
2015 itu yang terkait dengan industri kreatif dan inovatif, handicraft,
home industry, dan teknologi informasi," jelasnya.
Ia menambahkan, pihaknya juga
berupaya meningkatkan akses dan transfer teknologi untuk mengembangkan pelaku
UKM inovatif sehingga nantinya mampu bersaing dengan pelaku UKM asing. Peningkatan
daya saing dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), menurut
dia, diperlukan para pelaku UKM di Indonesia untuk menghadapi persaingan usaha
yang makin ketat, khususnya dalam menghadapi MEA.
"Para
pelaku UKM harus memanfaatkan teknologi seluas-luasnya untuk mengembangkan
usahanya sehingga mereka bisa cepat maju dan siap bersaing secara global,"
ujarnya.
Ia menyatakan, sejauh ini dengan meningkatnya pemanfaatan TIK dalam kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di dalam negeri yang didorong melalui kerja sama pemerintah dengan pihak swasta, daya saing UKM Indonesia pun makin meningkat. Hal itu, kata dia, terbukti dari data terbaru yang dikeluarkan oleh "World Economic Forum" bahwa peringkat daya saing UKM Indonesia naik dari nomor 52 menjadi nomor 38.
Ia menyatakan, sejauh ini dengan meningkatnya pemanfaatan TIK dalam kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di dalam negeri yang didorong melalui kerja sama pemerintah dengan pihak swasta, daya saing UKM Indonesia pun makin meningkat. Hal itu, kata dia, terbukti dari data terbaru yang dikeluarkan oleh "World Economic Forum" bahwa peringkat daya saing UKM Indonesia naik dari nomor 52 menjadi nomor 38.
"Indeks
daya saing kita (di antara negara ASEAN) itu 4,1 sama dengan Thailand. Kita
hanya kalah dari Singapura dan Malaysia," ungkapnya.
Namun, ia meyakini dalam waktu dua
tahun daya saing KUKM di Tanah Air dapat sejajar dan bahkan mengungguli
Singapura dan Malaysia. Sementara itu, dari pihak Kementerian Perindustrian
juga tengah melaksanakan pembinaan dan pemberdayaan terhadap sektor industri
kecil menengah (IKM) yang merupakan bagian dari sektor UMKM.
"UMKM
bidang industri memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.
Pembinaan ini diarahkan agar IKM berdaya saing global," kata Menteri
Perindustrian MS Hidayat.
Ia mengatakan penguatan IKM berperan penting dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui perluasan kesempatan kerja dan menghasilkan barang atau jasa untuk dieskpor. Kedua menteri tersebut pun menyatakan upaya-upaya strategis dalam menghadapi MEA 2015 akan terus dilakukan. Selain itu, koordinasi dan konsolidasi antar lembaga dan kementerian pun terus ditingkatkan sehingga faktor penghambat dapat dieliminir.
Ia mengatakan penguatan IKM berperan penting dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui perluasan kesempatan kerja dan menghasilkan barang atau jasa untuk dieskpor. Kedua menteri tersebut pun menyatakan upaya-upaya strategis dalam menghadapi MEA 2015 akan terus dilakukan. Selain itu, koordinasi dan konsolidasi antar lembaga dan kementerian pun terus ditingkatkan sehingga faktor penghambat dapat dieliminir.
"Maka Koperasi dan UKM dalam negeri harus meningkatkan kualitas dan kinerja untuk menyambut MEA 2015. Kita harus bisa menjadi 'market leader', terutama di pasar sendiri. Saatnya kita maju dan mandiri dalam menghadapi pasar bebas," ucap Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan.
Sumber:
0 comments:
Post a Comment
Selamat datang di blog saya
Jangan lupa untuk meninggalkan komentar anda ya sobat.
Sangat diharapkan menggunakan kata yang sopan
dan tidak mengandung unsur pornografi maupun SARA.
Terima kasih atas pengertiannya..